Selasa, 14 Mei 2013

Kisah Mistis & Tragis 6 Ribu Tentara Jepang yang Dibom Sekutu di Gua Biak MacArthu



Kota Biak, Kabupaten Biak Numfor, Papua memiliki situs sejarah Perang Dunia II. Pada tahun 1944, ada 2 gua alami tempat berlindung dan benteng tentara Jepang. Dan, blar! Gua itu tiba-tiba dibom pasukan Sekutu pimpinan Jenderal Douglas MacArthur. Enam ribu tentara Jepang pun terkubur hidup-hidup.

Ada 2 situs gua Jepang di Kota Biak. Yang pertama adalah Gua Binsari, Benteng Pertahanan Tentara Jepang. Menurut Mathelda (39), warga lokal yang menjaga situs ini sejak tahun 1989, Binsari berarti perempuan tua.

"Dulu ada nenek-nenek di gua ini. Setelah Jepang datang, nenek itu menghilang entah ke mana. Makanya kenapa gua ini dinamakan Gua Binsari," kata Mathelda.

Ada setidaknya 3 ribu tentara Jepang yang terkubur hidup-hidup di gua alami ini karena pasukan Jenderal McArthur menjatuhkan bom dan drum-drum bahan bakar. Nah, pada tahun akhir 1980-an, mulailah digali gua itu.

"Sampai tahun 2012 kemarin, sudah ada sekitar seribu tentara Jepang yang ditemukan tulang belulangnya. Ya kalau digali mungkin masih ada lagi," jelas Mathelda.

Tak heran, banyak kisah-kisah mistis yang mewarnai tempat itu. Mathelda mengatakan, dulu sebelum situs ini dibuka, setiap malam, warga mendengar suara derap tentara berbaris.

"Ada pengunjung yang kesurupan, bicaranya meracau. Ada juga yang pernah lihat tentara berpakaian putih-putih. Kalau sekarang tidak ada lagi. Biasanya yang dilihatin itu yang datang, bukan penduduk sini," imbuh Mathelda yang memiliki rumah di samping situs Gua Binsari ini.

Selain tulang belulang, ditemukan juga amunisi, senjata laras panjang, granat, topi dan baju tentara, hingga botol-botol minuman. Semua itu dipajang di halaman depan situs gua, sebelum masuk menuju gua. Sedangkan tulang belulang ada yang disimpan di sebuah kotak besi berukuran 1,5 meter, ada yang sudah dipulangkan ke Jepang.

Sedangkan Gua Binsari sendiri, ada 2 lubang seperti sumur raksasa dengan diameter 10 meter dan kedalaman 20 meter. Gua itu dilingkari pagar kayu dan akar-akar nafas pohon yang menjuntai. Terlihat ruangan-ruangan­ di dalam gua itu. Mathelda mengatakan, ruangan-ruangan­ itu sengaja dibuat Jepang, untuk tempat perawatan dan istirahat.

Untuk masuk ke dalam gua, ada sekitar ratusan anak tangga dengan pegangan kayu yang sudah dibuat Pemkab Biak Numfor dari semen. Namun karena kami berkunjung menjelang magrib, kami urung turun masuk ke dalam gua.

Nah, kami kemudian beranjak ke situs kedua, Monumen Perang Dunia II, sekitar 2 km dari Gua Binsari. Gua Binsari ini tembus hingga Gua Jepang Lima Kamar di tepi pantai yang menghadap di Samudera Pasifik. Gua ini juga tak luput dibom Sekutu yang mengubur 3.500 tentara Jepang hidup-hidup. Di sinilah dibangun monumen yang dibangun keluarga tentara Jepang untuk mengenang keluarga mereka.

Penjaga monumen, Robert (50) dan putranya, Costan (17) juga membenarkan ada kisah-kisah mistis seperti yang diceritakan Mathelda.

"Dulu sebelum ada monumen ini, warga sering mendengar tentara Jepang berbaris kalau malam. Saya juga dengar sendiri waktu itu," kata Robert.

Nah, saat keluarga tentara Jepang itu datang, imbuh Robert, saat malam, ada suara-suara menangis meminta pertolongan agar tulang-tulangny­a yang terkubur di gua dipulangkan. Costan menambahkan, hingga kini, 3 tiang bendera yang dipasang di monumen itu suka bergerak-gerak sendiri bila malam.

Monumen ini sendiri berupa pelataran batu seluas 50 meter persegi yang dihias minimalis ala Jepang. Ada kubah dan kursi-kursi batu untuk pengunjung. Ada prasasti dari 3 bahasa, Jepang, Inggris dan Indonesia bertuliskan 'MONUMEN PERANG DUNIA KE II. MONUMEN UNTUK MENGINGATKAN UMAT MANUSIA TENTANG KEKEJAMAN PERANG DENGAN SEGALA AKIBATNYA AGAR TIDAK TERULANG LAGI'. Dalam prasasti juga disebutkan, monumen itu dibangun berdasarkan kesepakatan Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Jepang pada 24 Maret 1996.

Di bawah monumen ada ruangan berupa lorong sepanjang 10 meter. Di sana terdapat kaleng-kaleng besi setinggi 50 cm, yang di dalamnya masih ada serpihan tulang belulang tentara Jepang. Di depannya banyak terdapat memorabilia berupa foto-foto, papan nama kayu, dupa hingga benda-benda peninggalan mendiang tentara yang diletakkan keluarga tentara Jepan itu.

Ya, hingga kini, keluarga tentara Jepang suka berkunjung ke sini, termasuk para ahli forensik yang masih menggali tulang belulang yang masih terkubur di sini. Tak lupa, keluarga mereka juga meminta maaf pada penduduk Biak.

"Dulu tentara Jepang juga jahat sama orang sini. Setiap lihat orang sini, orang kita ditembaki. Keluarga tentara Jepang datang ke sini, meminta maaf sama kita dan menabur kapur sebagai tanda bahwa perbuatan itu tidak akan terulang kembali," kata Costan dan ayahnya yang berumah di samping monumen itu.

(Sumber detik.com)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar